Oleh: Hendra Friana - 14 Juni 2018
Dibaca Normal 2 menit
Integrasi tarif tol rugikan pengguna jarak dekat untungkan kendaraan pengangkut logistik.
tirto.id - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal menyamakan seluruh tarif tol lingkar luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) pada 20 Juni 2018. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri PUPR No. 382/KPTS/M/2018 tentang Penetapan Golongan Jenis Kendaraan Bermotor, Tarif, dan Sistem Pengumpulan Tol Secara Integrasi pada Jalan Tol JORR.
Awalnya, kebijakan itu akan diberlakukan per tanggal 13 Juni 2018 (hari ini). Namun, penerapannya diundur hingga 20 Juni dengan pertimbangan efektivitas sosialisasi.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi menerangkan kenaikan tarif tol JORR merupakan konsekuensi dari usaha pemerintah mengurangi kepadatan kendaraan. Budi mengatakan kepadatan kendaraan terjadi karena selama ini tol JORR dikelola oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang berbeda-beda sehingga menyebabkan masing-masing ruas tol memiliki gerbang pembayaran.
Dampaknya, ujar Budi, adalah kenaikan untuk tarif jarak dekat. Setelah kebijakan itu diterapkan, nantinya kendaraan golongan 1 berupa sedan, jip, pikap/truk kecil, dan bus dikenakan akan dikenakan tarif sama untuk perjalanan pendek dan jauh yakni Rp15.000, sedangkan golongan 2 dan 3 tarifnya Rp22.500, serta golongan 4 dan 5 tarifnya Rp 30.000. Saat ini, persiapan penerapan sudah dimulai dengan dihapuskannya gerbang tol Meruya dan Rorotan.
"Kenaikan diambil untuk rata-rata dan bayar di muka. jauh dekat sama: Rp15 ribu. Jadi, untuk jarak total 76 km, sama tarifnya," ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (13/6/2018).
Sebelumnya, masing-masing tarif tol ditetapkan sebesar Rp9.500 untuk golongan I, Rp11.500 untuk golongan II, Rp15.500 untuk golongan IIIA, Rp19.000 untuk golongan IV dan Rp23.000 untuk golongan V.
Kebijakan untuk menyeragamkan tarif jauh-dekat di tol JORR sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi. Satu dekade silam, pemerintah juga sempat memberlakukan sistem tarif terbuka. Waktu itu, ruas tol JORR baru menghubungkan Ulujami (Jakarta Selatan)-Cilincing (Jakarta Utara). Dengan sistem ini, pengguna harus membayar tarif jauh-dekat Rp 6.000 untuk kendaraan golongan I.
Padahal, di sistem sebelumnya (tertutup), pengguna kendaraan pribadi hanya membayar sesuai dengan jarak yang ditempuh saat keluar dari jalan tol. Pemberlakuan tarif ini pun mendapat protes masyarakat, lantaran untuk jarak sekitar 2-5 kilometer, mereka harus membayar Rp 6.000, jauh lebih mahal dari sebelumnya yang hanya Rp 1.500-Rp 2.000.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai integrasi tarif memang diperlukan terutama untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol. Jika terintegrasi, keberadaan gerbang tol bisa dipangkas sehingga lamanya antrean transaksi yang dapat menghambat laju kendaraan dapat dipangkas.
Namun, kata dia, hal ini dapat merugikan konsumen terutama pengguna tol Jangka pendek. Misalnya, kata Tulus, pengguna kendaraan pribadi dari Cengkareng ke Kebon Jeruk yang biasa hanya membayar Rp3500 akan mengeluarkan hingga Rp15.000
Sebaliknya, menurut Tulus, hal ini bakal menguntungkan para pengguna tol jarak panjang. "Untuk jarak terjauh, melewati tiga gate yang biasanya Rp 22.000 akan terpangkas menjadi Rp 15.000 saja," tambahnya.
Tulus mengingatkan jangan ada maksud terselubung dari kebijakan integrasi tarif tol JORR. Menurutnya, pengelola tol perlu membuktikan mereka tidak mengalami kenaikan penerimaan. Sebab kenaikan tarif tol sudah diatur setiap dua tahun sekali sesuai Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang jalan tol yang kemudian diubah dengan PP No.43 tahun 2013.
“Jika revenue tambah berarti ada kenaikan tarif secara terselubung, sepihak, dan pelanggaran terhadap PP tentang jalan tol,” ujarnya.
Sisi positifnya, integrasi itu akan berdampak pada turunnya tarif untuk angkutan logistik. Hal ini dinilai baik karena bisa memicu turunnya harga yang dibebankan ke pengguna jasa. “Tol JORR memang by design adalah untuk angkutan logistik. Jadi kalau integrasi lebih menguntungkan angkutan logistik adalah hal yang wajar, bahkan positif,” katanya.
Beberapa pengguna mobil pribadi yang biasa melewati jalan tol JORR tentu saja keberatan dengan integrasi yang akan diberlakukan. Terutama, bagi mereka yang biasa menggunakannya untuk perjalanan jarak jauh.
Haikal, karyawan swasta di Jakarta, misalnya, biasa menghabiskan Rp10.500 dari gerbang tol Tomang ke Kembangan. Menurutnya, harga itu terbilang mahal mengingat ruas tol tersebut selalu macet di jam-jam sibuk seperti saat berangkat dan pulang kantor.
"Kalau ada solusi lain sih, mending dibikin beda-beda tapi ya gerbangnya tetap integrasi," ujarnya kepada Tirto.
Dengan adanya kenaikan, otomatis ongkos per hari yang ia keluarkan akan berkurang. "Kalau saya aja keberatan, apalagi bus-bus yang tiap hari lewat situ, kan, pasti pengeluarannya bertambah," imbuhnya.
Berbeda dengan Haikal, Imam, pengemudi taksi online asal Tangerang justru merasa lebih terbantu dengan kebijakan satu tarif tersebut. Sebab, kata dia, penyeragaman tarif akan mengurangi pengeluarannya setelah mengantar penumpang ke kawasan Bekasi dan Tangerang.
"Selain itu juga juga gampang kalau hitungan-hitungan uang yang buat talangan penumpang," ucapnya singkat.
Awalnya, kebijakan itu akan diberlakukan per tanggal 13 Juni 2018 (hari ini). Namun, penerapannya diundur hingga 20 Juni dengan pertimbangan efektivitas sosialisasi.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi menerangkan kenaikan tarif tol JORR merupakan konsekuensi dari usaha pemerintah mengurangi kepadatan kendaraan. Budi mengatakan kepadatan kendaraan terjadi karena selama ini tol JORR dikelola oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang berbeda-beda sehingga menyebabkan masing-masing ruas tol memiliki gerbang pembayaran.
Dampaknya, ujar Budi, adalah kenaikan untuk tarif jarak dekat. Setelah kebijakan itu diterapkan, nantinya kendaraan golongan 1 berupa sedan, jip, pikap/truk kecil, dan bus dikenakan akan dikenakan tarif sama untuk perjalanan pendek dan jauh yakni Rp15.000, sedangkan golongan 2 dan 3 tarifnya Rp22.500, serta golongan 4 dan 5 tarifnya Rp 30.000. Saat ini, persiapan penerapan sudah dimulai dengan dihapuskannya gerbang tol Meruya dan Rorotan.
"Kenaikan diambil untuk rata-rata dan bayar di muka. jauh dekat sama: Rp15 ribu. Jadi, untuk jarak total 76 km, sama tarifnya," ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (13/6/2018).
Baca juga: Cek Tarif Tol Trans Jawa
Sebelumnya, masing-masing tarif tol ditetapkan sebesar Rp9.500 untuk golongan I, Rp11.500 untuk golongan II, Rp15.500 untuk golongan IIIA, Rp19.000 untuk golongan IV dan Rp23.000 untuk golongan V.
Kebijakan untuk menyeragamkan tarif jauh-dekat di tol JORR sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi. Satu dekade silam, pemerintah juga sempat memberlakukan sistem tarif terbuka. Waktu itu, ruas tol JORR baru menghubungkan Ulujami (Jakarta Selatan)-Cilincing (Jakarta Utara). Dengan sistem ini, pengguna harus membayar tarif jauh-dekat Rp 6.000 untuk kendaraan golongan I.
Padahal, di sistem sebelumnya (tertutup), pengguna kendaraan pribadi hanya membayar sesuai dengan jarak yang ditempuh saat keluar dari jalan tol. Pemberlakuan tarif ini pun mendapat protes masyarakat, lantaran untuk jarak sekitar 2-5 kilometer, mereka harus membayar Rp 6.000, jauh lebih mahal dari sebelumnya yang hanya Rp 1.500-Rp 2.000.
YLKI Ingatkan Potensi Pelanggaran
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai integrasi tarif memang diperlukan terutama untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol. Jika terintegrasi, keberadaan gerbang tol bisa dipangkas sehingga lamanya antrean transaksi yang dapat menghambat laju kendaraan dapat dipangkas.
Namun, kata dia, hal ini dapat merugikan konsumen terutama pengguna tol Jangka pendek. Misalnya, kata Tulus, pengguna kendaraan pribadi dari Cengkareng ke Kebon Jeruk yang biasa hanya membayar Rp3500 akan mengeluarkan hingga Rp15.000
Sebaliknya, menurut Tulus, hal ini bakal menguntungkan para pengguna tol jarak panjang. "Untuk jarak terjauh, melewati tiga gate yang biasanya Rp 22.000 akan terpangkas menjadi Rp 15.000 saja," tambahnya.
Tulus mengingatkan jangan ada maksud terselubung dari kebijakan integrasi tarif tol JORR. Menurutnya, pengelola tol perlu membuktikan mereka tidak mengalami kenaikan penerimaan. Sebab kenaikan tarif tol sudah diatur setiap dua tahun sekali sesuai Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang jalan tol yang kemudian diubah dengan PP No.43 tahun 2013.
“Jika revenue tambah berarti ada kenaikan tarif secara terselubung, sepihak, dan pelanggaran terhadap PP tentang jalan tol,” ujarnya.
Sisi positifnya, integrasi itu akan berdampak pada turunnya tarif untuk angkutan logistik. Hal ini dinilai baik karena bisa memicu turunnya harga yang dibebankan ke pengguna jasa. “Tol JORR memang by design adalah untuk angkutan logistik. Jadi kalau integrasi lebih menguntungkan angkutan logistik adalah hal yang wajar, bahkan positif,” katanya.
Beberapa pengguna mobil pribadi yang biasa melewati jalan tol JORR tentu saja keberatan dengan integrasi yang akan diberlakukan. Terutama, bagi mereka yang biasa menggunakannya untuk perjalanan jarak jauh.
Haikal, karyawan swasta di Jakarta, misalnya, biasa menghabiskan Rp10.500 dari gerbang tol Tomang ke Kembangan. Menurutnya, harga itu terbilang mahal mengingat ruas tol tersebut selalu macet di jam-jam sibuk seperti saat berangkat dan pulang kantor.
"Kalau ada solusi lain sih, mending dibikin beda-beda tapi ya gerbangnya tetap integrasi," ujarnya kepada Tirto.
Dengan adanya kenaikan, otomatis ongkos per hari yang ia keluarkan akan berkurang. "Kalau saya aja keberatan, apalagi bus-bus yang tiap hari lewat situ, kan, pasti pengeluarannya bertambah," imbuhnya.
Berbeda dengan Haikal, Imam, pengemudi taksi online asal Tangerang justru merasa lebih terbantu dengan kebijakan satu tarif tersebut. Sebab, kata dia, penyeragaman tarif akan mengurangi pengeluarannya setelah mengantar penumpang ke kawasan Bekasi dan Tangerang.
"Selain itu juga juga gampang kalau hitungan-hitungan uang yang buat talangan penumpang," ucapnya singkat.
(tirto.id - Ekonomi)
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Muhammad Akbar Wijaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Muhammad Akbar Wijaya
No comments:
Post a Comment